POLEMIK LAKON PERKAWINAN

      

POLEMIK LAKON PERKAWINAN


 Pada tahun sekitar 70-an kehidupan pertunjukkan wayang seperti yang diketahui masih sangat marak. Pertunjukkan wayang tidak hanya didominasi oleh dalang tertentu tetapi, hampir semua yang berpredikat dalang mendapatkan kesempatan pentas.

Dalam hajat perkawinan pada masa itu pada umumnya lakon yang di tampilkan adalah lakon perkawinan. Walaupun kumpulan lakon perkawinan cukup banyak kurang lebih sekitar 40-an tetapi, tidak semua lakon ditampilkan. Lakon - lakon perkawinan yang termasuk lama yaitu perkawinan tokoh di atas generasi Pandawa sudah sangat jarang ditampilkan.


Hal ini tidak setiap dalang memahami lakon tersebut dan penonton masyarakat pun juga merasa akrab dengan tokoh - tokoh generasi tua tersebut. Dari sekitar 18 lakon generasi di atas Pandawa, yang sering dipentaskan pada umumnya hanya sekitar empat sampai lima lakon seperti Rabine Wisnu, Rabine Palasara, RabineAbiyasa, dan Rabine Pandhu. 

 Lakon perkawinan pada masa tahun 70-an adalah lakon perkawinan generasi Pandawa sampai generasi anak - anak Pandawa antara lain yaitu, lakon Alap - alapan Drupadi, Kakrasana Rabi, Kresna Kembang, Parta Krama, Gatotkaca Krama, Rabine Abimanyu, dan Rabine Antareja. Diantara lakon tersebut yang menjadi lakon favorit masyarakat adalah lakon Parta Krama atau Rabine Premadi.

Pemilihan lakon perkawinan pada saat hajat perkawinan biasanya menghindari perkawinan tokoh wayang yang dianggap mempunyai karakter tidak baik seperti Kurupati. Kemungkinan hal ini berkaitan dengan pandangan masyarakat bahwa lakon yang dipertunjukkan merupakan simbol dari cita - cita atau harapan. Pemilihan judul lakon mengandung harapan agar pengantin yang menikah mendapat kesuksesan atau dapat diteladani seperti halnya tokoh wayang yang berada dalam lakon.  

Posting Komentar

0 Komentar